BANNER ENIE WIDHIASTUTI

Pages

28 Oktober 2013

Catatan Harian Enie Widhiastuti (6)

Hari ini kita sebagai bangsa memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-85 tahun. Perjalanan yang panjang dari sebuah tekad yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi Indonesia kala itu seolah menjadi tonggak untuk mencapai kemerdekaan di tahun 1945 (Proklamasi 17 Agustus 1945). Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran bangsa dan negara banyak tergantung pada kaum mudanya sebagai agent of change (agen perubahan). Sejarah mencatatkan peran pemuda bagi kelangsungan bangsa ini. Pada setiap perkembangan dan pergantian peradaban selalu ada darah muda yang mempeloporinya.

Bung Karno adalah pemimpin yang sangat concern atas peranan pemuda. Dalam pidatonya yang berapi-api dan semangat membara mengatakan, "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia." Dibuku Soekarno Penyambung Lidah rakyat Indoensia, ia menegaskan "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia".

Pemuda merupakan salah satu elemen bangsa yang selalu berdiri digaris depan dalam menghadapi berbagai persoalan bersama. Dalam sejarahnya, fakta menunjukkan bahwa pemuda adalah elemen utama yang melahirkan momen-momen penting dalam sejarah perubahan di negeri ini. 

Dari peran kecil hingga porsi peranan yang jauh lebih besar, tampaknya pemuda selalu menggeliatkan semangatnya. Itu sebabnya, saya selalu berpesan pada generasi muda untuk selalu menjaga aura perubahan yang sudah tertanam jauh dan dibulatkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Saya sedih jika mendapati pemuda tanpa semangat, lemah motivasi hidup dan akrab dengan keputusasaan. Bahwa problematika kehidupan memang dihadapi semua orang, termasuk pemuda. Namun itu bukan alasan untuk berpangku tangan apalagi putus asa. "Bukankah tak ada jaminan kesuksesan tanpa upaya, sebaliknya kegagalan adalah jaminan bagi yang tak berbuat apa-apa", inilah prinsip yang harus tertanam dibenak semua pemuda masa kini.


27 Oktober 2013

Pembekalan Caleg PDI Perjuangan se-Jawa Barat

 
 

Soempah Pemoeda

SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara IndonesiaYang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda" adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta), Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan". Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.

24 Oktober 2013

Catatan Harian Enie Widhiastuti (5)

Dibenak seorang perempuan, dunia politik tak ubahnya sketsa alur kehidupan bagi perempuan itu sendiri. Tak banyak perempuan yang memilih jalan politik sebagai penegas jati diri dan eksistensinya. Nasib perempuan (dalam konteks Indonesia) terkait dan dilekatkan secara erat oleh stigma masyarakat yang bersumber dari budaya patriaki. Etika Jawa mengenalkan "konco ing wingking", stereotip semacam "warga kelas dua" dan banyak pengistilahan lainnya yang sejatinya menempatkan perempuan pada garis dan ruang sosial yang berbeda dari kaum laki-laki.

Menjadi Dosen Tamu di FISIP UNISMA-Bekasi (jurusan psikologi dan ilmu pemerintahan)

View image on Twitter


View image on TwitterView image on Twitter

Berjuang ditengah hegemoni politik maskulin

IMG_00000940.jpg
Enie Widhiastuti saat memberikan perkuliahan di FISIP Unisma Bekasi
selaku dosen tamu. (kamis, 24/10)

Enie Widhiastuti, anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PDI Perjuangan berkesempatan menjadi dosen tamu di FISIP Unisma Bekasi, kamis (24/10). Dihadapan mahasiswa jurusan psikologi dan ilmu pemerintahan FISIP Unisma Bekasi, politisi perempuan yang duduk di Komisi-C DPRD Kota Bekasi menyampaikan materi perkuliahan pisikologi politik dan kepartaian serta sistem pemilu di Indonesia.

"Perempuan harus berdaya dalam politik, karena selama ini perempuan selalu dalam posisi inferior ditengah hegemoni politik kaum maskulin atau laki-laki", ujar Enie Widhiastuti. Ia juga mengetengahkan pengalaman-pengalaman sebagai anggota legislatif perempuan yang tak jarang memperoleh perlakuan berbeda dari anggota legislatif laki-laki. Tentu perbedaan ini terkait langsung dengan tugas-tugas pengambilan keputusan.

23 Oktober 2013

Pengamat: SBY Marah soal Bunda Putri karena Ada "Sesuatu"



Pengamat politik, Tjipta Lesmana, menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat terganggu dengan kabar yang beredar tentang kedekatannya dengan Bunda Putri. Menurut Tjipta, hal itu tampak dari reaksi presiden yang terlalu berlebihan dan kontradiktif. 

PD Nyinyir, PDIP: Mereka Tak Berkenan Terhadap Keberhasilan Jokowi-Ahok


PDIP merespon kritikan tajam yang meluncur dari elit Partai Demokrat (PD) terhadap Gubernur DKI Joko Widodo. PDIP memandang para pengkritik Jokowi adalah kubu yang tak suka dengan keberhasilan kepemimpinan di Jakarta.


"Soal ada yang nyinyir mengkritik itu namanya manusia. Mungkin tidak berkenan akan keberhasilan Jokowi dan Basuki (T Purnama)," kata Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo, Rabu (23/10/2013).

Tjahjo yang berbicara di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat ini juga menyarankan agar Jokowi tak usah ambil pusing dengan komentar nyinyir semacam komentar tokoh-tokoh PD.

Rangkaian kegiatan di wilayah RW 024 Kelurahan Teluk Pucung Kecamatan Bekasi Utara





Mega: Politik Dinasti Tak Masalah, Asal Jangan Mikir Proyek Melulu



Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tak mempermasalahkan soal politik dinasti. Namun, sembari menyindir dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dirinya tak setuju jika dinasti bertujuan meraup keuntungan lewat kepemimpinan daerah.

"Nah kalau sebuah keluarga, bayangkan, yang dipikir hanya proyek, lalu jumlah proyeknya itu sudah mencapai berapa, ya saya sangat tidak setuju sekali yang kayak begitu," kata Megawati, Senin (21/10/2013).

Megawati menyatakan pertimbangan hubungan keluarga bukanlah faktor utama penentuan seorang pemimpin. Menurutnya, semua calon pemimpin harus dilihat dari kapasitasnya, tanpa memandang ikatan kekerabatannya. Meski jika ada ikatan kekerabatan, itu tak menjadi persoalan.

"Bukan tidak setuju atas masalah mau disebut dinasti, mau disebut klan, itu monggo saja. Tapi yang musti dibicarakan itu kan orang-orangnya. Dilihat satu per satu," tutur Ketua Umum PDIP ini.

22 Oktober 2013

Siaran Pers, Jakarta, 22 Oktober 2013 15 Tahun Komnas Perempuan:

Menata Langkah Bersama Memajukan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
Berbagai capaian serta pembelajaran yang diperoleh selama 15 tahun dalam mencegah dan menangani kasus telah menyiapkan gerakan perempuan untuk terus maju mengupayakan penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (KtP). Situasi ini ditemukenali dalam kegiatan peringatan 15 Tahun Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), di Jakarta, 22 Oktober 2013, dengan tajuk “Menata Langkah Bersama Memajukan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”. Kegiatan ini dihadiri  95 wakil organisasi, terutama pengadalayanan bagi perempuan korban kekerasan, di 17 provinsi, dari Papua hingga Aceh.

“Saya komitmen menjadi politisi, setiap hari harus bekerja politik”


Rieke Diah Pitaloka termasuk dari sekitar 18% caleg perempuan yang terpilih menjadi anggota DPRRI pada pemilu lalu. Sebagai seorang artis, Rieke mengukui dirinya diuntungkan dari segi pouplaritas. Namun, perjuangan dan stategi politik yang sudah dibangunnya lama menjadi hal sangat penting dari upayanya memanfaatkan jabatan politik di parlemen untuk penguatan kepentingan perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Berikut wanwancara seputar visi dan misi politiknya serta pengalamannya menjadi caleg hingga agenda-agenda yang hendak diperjuangkannya melalui lembaga legislatif. Nunung Qomariyah dari Redaksi Komnas Perempuan melakukan wawancara yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam dan dilakukan di rumah pribadinya di Kukusan Depok.
Apa yang melatarbelakangi Mbak Rieke memutuskan terjun ke politik praktis, dan sejak kapan?
Sejak tahun 1997, saya sudah aktif di gerakan mahasiswa. Buat saya, berpolitik tidak harus di legislatif atau eksekutif, tetapi bisa di jalur lain. Namun, melihat sistem politik di Indonesia seperti sekarang ini, saya pikir, bagus kalau memilih jalur partai.

ANALISIS SWOT PEREMPUAN DAN POLITIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN PADA PEMILU 2014

Oleh Ari Pradhanawati

Setiap menjelang pesta demokrasi, perempuan di Indonesia selalu mendapat kejutan-kejutan yang sangat berarti. Dimulai sejak Pemilu 2004 dan Pemilu 2009tentang kuota perempuan sekurang-kurangnya 30% baik yang duduk sebagai pengurus partai politik, sebagai calon anggota KPU maupun sebagai calon anggota DPR/DPRD. Sejak saat itulah perempuan Indonesia yang selama ini tidak sadar kalau sudah terkena getar gender (genderquake) mulai bangkit untuk memperjuangkan kebijakan affirmative action.

15 Oktober 2013

Catatan Harian Enie Widhiastuti (4)

Hari-hari kedepan sudah cukup tergambar betapa dinamika menjelang hajat politik semakin memanas jika diibaratkan api, semakin kecang jika diibaratkan angin. Pun demikian konfigurasi keadaan yang harus dihadapi pegiat politik, khususnya politisi (caleg dan pengurus partai) tidak kemudian menjadikan kita kehilangan pegangan, kehilangan kendali. Saya melihatnya dengan tetap bersandar bahwa hidup harus menuju kearah kebaikan untuk sesama. Bahwa cita-cita dan harapan harus diperjuangkan, tidak dengan sendirinya perjuangan yang kita lakukan boleh menabrak aturan-aturan, norma-norma atau kaidah lainnya. Fatsun atau etika berpolitik tetap menjadikan kita sebagai manusia yang bermartabat, manusia yang terbatas dalam banyak hal, yang pada dasarnya manusia yang mampu memanusiakan orang lain.