BANNER ENIE WIDHIASTUTI

Pages

21 Januari 2014

Catatan Harian Enie Widhiastuti (14)

Dua pekan terakhir di awal Tahun 2014, kita menghadapi musim penghujan dengan tingkat curah hujan yang amat tinggi. Bahkan sebagian pihak yang memahami ilmu tentang iklim dan cuaca menganggap sebagai -anomali cuaca-. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banjir di berbagai wilayah di Indonesia, demikian juga yang terjadi di wilayah Bekasi Utara.

Titik-titik rawan banjir yang terpetakan sebelumnya, meluas ke area yang relatif aman. Hampir ke penjuru kecamatan Bekasi Utara tergenang banjir dengan variasi kedalaman air 20cm s/d 4m. Saya merasakan betul kesusahan yang dialami warga ditengah deraan banjir, terlebih beberapa lokasi banjir adalah area yang selama ini kerap saya kunjungi. Namun demikian, panggilan kemanusiaanlah yang paling utama membawa saya segera bertemu dengan warga yang tertimpa banjir. Sebab itu, saya tak memetakan secara politik. Apakah warga tersebut kelak memilih saya dalam kapasitas pencalegan saya di Dapil-6/Bekasi Utara. Amat naif, jika untuk sebuah urusan kemanusiaan saya memilahnya dalam perspektif politik. Betul bahwa banyak pihak lain -memanfaatkan- dengan kunjungan seraya memberi beragam bantuan sekaligus membagikan dan memasang atribut-atribut pencalegannya. Hal yang bisa saya maklumi, tapi tak pernah -berlaku- untuk seorang Enie Widhiastuti.

Masyarakat tak boleh dijadikan objek politik. Ini prinsip yang saya pegang teguh. Bahwa kemudian ada beberapa lokasi yang saya kunjungi notabene berdiri Sentra-sentra Komunikasi (SENKO) Perjuangan itu soal lain, dan tidak menjadikan saya hadir dalam kepentingan pencalegan saya. Dalam -Politik Hati Nurani- yang saya anut, saya wajib menepiskan sebesar mungkin kepentingan pencalegan sebagai kendaraan yang membawa saya mengusung misi kemanusiaan.

Bahkan ditengan genangan air yang juga meninggi di kediaman saya, selalu terpikir upaya untuk bisa membantu masyarakat yang jauh  lebih menderita dari saya. Saya kembalikan kepada kebesaran Tuhan, mensyukuri setiap anugrah yang Ia kucurkan kepada saya. Energi dari Tuhanlah yang saya yakini membuat saya merasa ringan untuk melangkahkan kaki ke lokasi-lokasi banjir, pun saya merasakan tak semuanya bisa saya jangkau dan kunjungi. Tak banyak yang bisa saya berikan juga menjadi kesadaran yang selalu terpoatri di hati. "Mungkin Tuhan memang menghendaki saya berbagi dalam kesederhanaan dan keprihatinan, tapi Tuhan menyiapkan kasih sayang dan kebahagian yang tak berbatas, pun dalam kita menhadapi kesusahan", batin saya.

Berbekal nasi bungkus, mie instan, susu dan multi vitamin dan air mineral, saya mencoba memberikan apa yang saya mampu berikan dan jalani. Lebih dari itu semua, saya yakin, kehadiran seseorang yang menebar senyum kedamaian, jauh lebih mampu menumbuhkan  motivasi perjuangan hidup dikala sedih. Alhasil, saya tumpahkan semua hal yang mampu membuat warga korban banjir untuk tabah, menerima musibah sebagai ujian dari Tuhan dan selalu berdoa serta manggali kembali harapan-harapan yang tumbuh dimasa depan adalah -sesuatu- yang juga mereka butuhkan selain kebutuhan asupan makanan, air minum, pakaian dll.

0 komentar:

Posting Komentar